Berpijak Di Bumi Yang Nyata

Sabda Rasulullah s.a.w : “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu urusan baru dalam agama kami sedang ia bukan dari kami maka sesungguhnya ianya ditolak.” (Hadith sahih disepakati Bukhari 156 Jilid 8 & Muslim no.4467) .

Hujung minggu yang lalu Kelab Tenis IPGM KSM dengan kerjasama daripada Gerko Tenis PPISMP KS 2 telah menjayakan Kejohanan Tenis Tertutup IPGM KSM edisi ke2. Pertandingan telah bermula dari petang khamis sehingga petang sabtu. Aku telah ditugaskan sebagai ajk pertandingan. Persiapan format pertandingan telah awal disiapkan dengan bantuan Sahril (ayahpin)..he..he. bukan ayah pin ajaran sesat tau..

Ashraf dan jun sedang mengambil buah kelapa untuk En. Anuar..

Tahun ini sekali lagi tahun ini aku menyertai pertandingan ini. Beregu, macam biasalah dengan Nabil. Alhamdu`lilah, tahun ini sekali lagi kami berdua telah menjadi johan dalam acara beregu dua tahun berturut-turut. Tetapi sedih juga, sebab tahun hadapan tidak akan dapat bersama lagi dengan Kelab Tenis. Yelah, bulan 12 nanti dah posting..hu..hu. Nabil pula kenelah cari pasangan baru untuk berlatih bersama. Cadanganku kepada dia agar dia berlatih pula bersama dengan Ayah pin atau dengan Atok. Mereka berdua tue pun semakin hebat. Tambah-tambah si Atok, servis kencang dia semakin menjadi-jadi sejak dua menjak ni. Semoga mereka dapat serasi bersama…Insya`Allah

Perlawanan akhir beregu lelaki

Di kesempatan ini juga, ucapan ribuan terima kasih kepada adik-adik KS 2 yang banyak membantu Kelab Tenis menjayakan kejohanan pada kali. Lima bintangku hadiahkan kepada mereka atas kerjasama baik yang telah mereka berikan. Walaupun, kelas KS 2 ni hanya ada 3 orang sahaja lelaki..tetapi mereka semua bertanggugjawab atas apa yang telah diamanahkan. Semoga berjaya dalam peperiksaan akhir semester 3, dan semoga maju jaya..amin..

PPISMP KS 2 dan ahli kelab tenis

Bangunkan diri, jadilah guru yang bertaqwa.

Pintu Masuk

Suasana diperkarangan masjid

Bumbung hijau bersulaman warna merah

Adunan geometrik pada dinding masjid

Mimbar masjid

Dua minggu lepas saya telah ke Rantau Panjang bersama rakan untuk membeli belah di sana. Perjalanan ke Rantau Panjang dari Kuala Besut kira-kira mengambil masa selama sejam setengah. Suasana pekan Rantau Panjang pada hari ini sangat meriah. Kebanyakan kenderaan berdaftar luar daripada Negeri Kelantan membanjiri pekan Rantau Panjang. Suasana sebegini mungkin akan bertambah sibuk lagi, apabila seminggu sebelum menjelang Aidilfitri.

Namun, ketika di Rantau Panjang dari jauh kelihatan bagaikan sebuah bangunan kuil atau istana lama di China. Bangunan berbumbung hijau dan diselari dengan warna merah itu mencuri perhatian sesiapa yang mengunjungi ke pekan Rantau Panjang atau yang baru memasuki negara ini melalui pintu sempadan.

Kami tidak melepaskan peluang untuk bersolat zohor di masjid ini yang penuh dengan seni budaya Cina. Masjid ini juga diberi gambaran awal sebagai masjid tiga budaya di mana selain budaya Cina sebagai terasnya, ia turut diselitkan sedikit dengan calitan budaya India dan Melayu di pinggirannya dengan lorekan simen di beranda di samping lakaran geometrik Asia Tengah di dalamannya. Saya telah mengambil beberapa keping gambar untuk dijadikan kenang-kenangan. Mungkin selepas ini, saya tidak berkesempatan untuk singgah ke Rantau Panjang lagi.

Mengenai pengertian lailatul qadar, para ulama ada beberapa versi pendapat. Ada yang mengatakan bahwa malam lailatul qadr adalah malam kemuliaan. Ada pula yang mengatakan bahwa lailatul qadar adalah malam yang penuh sesak karena ketika itu banyak malaikat turun ke dunia. Ada pula yang mengatakan bahwa malam tersebut adalah malam penetapan takdir. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa lailatul qadar dinamakan demikian karena pada malam tersebut turun kitab yang mulia, turun rahmat dan turun malaikat yang mulia. [1] Semua makna lailatul qadar yang sudah disebutkan ini adalah benar.

Adapun keutamaan lailatul qadar adalah:


Pertama, lailatul qadar adalah malam yang penuh keberkahan (bertambahnya kebaikan). Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ , فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan: 3-4). Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar: 1)
Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ , تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ , سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْر

“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadar: 3-5). Sebagaimana kata Abu Hurairah, malaikat akan turun pada malam lailatul qadar dengan jumlah tak terhingga.[2] Malaikat akan turun membawa kebaikan dan keberkahan sampai terbitnya waktu fajar.[3]


Kedua, lailatul qadar lebih baik dari 1000 bulan. An Nakho’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.”[4] Mujahid dan Qotadah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar.[5]


Ketiga, menghidupkan malam lailatul qadar dengan shalat akan mendapatkan pengampunan dosa. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[6]


Bilakah Lailatul Qadar Terjadi?
Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.”[7]
Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.”[8]
Lalu kapan tanggal pasti lailatul qadar terjadi? Ibnu Hajar Al Asqolani telah menyebutkan empat puluhan pendapat ulama dalam masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan oleh beliau adalah lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun[9]. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima, itu semua tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى

Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.” [10]
Para ulama mengatakan bahwa hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tanggal pasti terjadinya lailatul qadar adalah agar orang bersemangat untuk mencarinya. Hal ini berbeda jika lailatul qadar sudah ditentukan tanggal pastinya, justru nanti malah orang-orang akan bermalas-malasan.[11]


Do’a di Malam Lailatul Qadar

Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata,

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ « قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى »

Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab,”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku).”[12]


Tanda Malam Lailatul Qadar

Pertama, udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء

Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan.”[13]


Kedua, malaikat turun dengan membawa ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.


Ketiga, manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.


Keempat, matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Abi bin Ka’ab bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik.”[14] [15]


Bagaimana Seorang Muslim Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?

Lailatul qadar adalah malam yang penuh berkah. Barangsiapa yang terluput dari lailatul qadar, maka dia telah terluput dari seluruh kebaikan. Sungguh merugi seseorang yang luput dari malam tersebut. Seharusnya setiap muslim mengecamkan baik-baik sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

فِيهِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

Di bulan Ramadhan ini terdapat lailatul qadar yang lebih baik dari 1000 bulan. Barangsiapa diharamkan dari memperoleh kebaikan di dalamnya, maka dia akan luput dari seluruh kebaikan.”[16]
Oleh karena itu, sudah sepantasnya seorang muslim lebih giat beribadah ketika itu dengan dasar iman dan tamak akan pahala melimpah di sisi Allah. Seharusnya dia dapat mencontoh Nabinya yang giat ibadah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. ‘Aisyah menceritakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.”[17]
Seharusnya setiap muslim dapat memperbanyak ibadahnya ketika itu, menjauhi istri-istrinya dari berjima’ dan membangunkan keluarga untuk melakukan ketaatan pada malam tersebut. ‘Aisyah mengatakan,

كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’[18]), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.”[19]

Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Aku sangat senang jika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk bertahajud di malam hari dan giat ibadah pada malam-malam tersebut.” Sufyan pun mengajak keluarga dan anak-anaknya untuk melaksanakan shalat jika mereka mampu.[20]
Adapun yang dimaksudkan dengan menghidupkan malam lailatul qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan ibadah dan bukan seluruh malam, Pendapat ini dipilih oleh sebagian ulama Syafi’iyah.[21] Menghidupkan malam lailatul qadar pun bukan hanya dengan shalat, bisa pula dengan dzikir dan tilawah Al Qur’an.[22] Namun amalan shalat lebih utama dari amalan lainnya di malam lailatul qadar berdasarkan hadits, “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[23]


Bagaimana Wanita Haidh Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?

Juwaibir pernah mengatakan bahwa dia pernah bertanya pada Adh Dhohak, “Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haidh, musafir dan orang yang tidur (namun hatinya dalam keadaan berdzikir), apakah mereka bisa mendapatkan bagian dari lailatul qadar?” Adh Dhohak pun menjawab, “Iya, mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yang Allah terima amalannya, dia akan mendapatkan bagian malam tersebut.”[24]

Dari riwayat ini menunjukkan bahwa wanita haidh, nifas dan musafir tetap bisa mendapatkan bagian lailatul qadar. Namun karena wanita haidh dan nifas tidak boleh melaksanakan shalat ketika kondisi seperti itu, maka dia boleh melakukan amalan ketaatan lainnya. Yang dapat wanita haidh lakukan ketika itu adalah,
1. Membaca Al Qur’an tanpa menyentuh mushaf.[25]
2. Berdzikir dengan memperbanyak bacaan tasbih (subhanallah), tahlil (laa ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan dzikir lainnya.
3. Memperbanyak istighfar.
4. Memperbanyak do’a.[26]


Beri’tikaf Demi Menanti Lailatul Qadar

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau. Inilah penuturan ‘Aisyah.[27] Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dengan tujuan untuk mendapatkan malam lailatul qadar, untuk menghilangkan dari segala kesibukan dunia, sehingga mudah bermunajat dengan Rabbnya, banyak berdo’a dan banyak berdzikir ketika itu.[28]

Beberapa hal yang bisa diperhatikan ketika ingin beri’tikaf.


Pertama, i’tikaf harus dilakukan di masjid dan boleh di masjid mana saja.
I’tikaf disyari’atkan dilaksanakan di masjid berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

(Tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid”(QS. Al Baqarah: 187). Demikian juga dikarenakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu juga istri-istri beliau melakukannya di masjid, dan tidak pernah di rumah sama sekali.

Menurut mayoritas ulama, i’tikaf disyari’atkan di semua masjid karena keumuman firman Allah di atas (yang artinya) “Sedang kamu beri'tikaf dalam masjid”. Adapun hadits marfu’ dari Hudzaifah yang mengatakan, ”Tidak ada i’tikaf kecuali pada tiga masjid yaitu masjidil harom, masjid nabawi dan masjidil aqsho”. Perlu diketahui, hadits ini masih diperselisihkan statusnya, apakah marfu’ (sabda Nabi) atau mauquf (perkataan sahabat).


Kedua, wanita juga boleh beri’tikaf sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan istri beliau untuk beri’tikaf. Namun wanita boleh beri’tikaf di sini harus memenuhi 2 syarat: (1) Diizinkan oleh suami dan (2) Tidak menimbulkan fitnah (masalah bagi laki-laki).


Ketiga, yang membatalkan i’tikaf adalah: (1) Keluar masjid tanpa alasan syar’i atau tanpa ada kebutuhan yang mubah yang mendesak (misalnya untuk mencari makan, mandi junub , yang hanya bisa dilakukan di luar masjid), (2) Jima’ (bersetubuh) dengan istri berdasarkan Surat Al Baqarah : 187 di atas.


Keempat, hal-hal yang dibolehkan ketika beri’tikaf di antaranya:

(1) Keluar masjid disebabkan ada hajat seperti keluar untuk makan, minum, dan hajat lain yang tidak bisa dilakukan di dalam masjid.
(2) Melakukan hal-hal mubah seperti bercakap-cakap dengan orang lain.
(3) Istri mengunjungi suami yang beri’tikaf dan berdua-duaan dengannya.
(4) Mandi dan berwudhu di masjid.
(5) Membawa kasur untuk tidur di masjid.


Kelima, jika ingin beri’tikaf selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan, maka seorang yang beri’tikaf mulai memasuki masjid setelah shalat Shubuh pada hari ke-21 (sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan keluar setelah shalat shubuh pada hari ‘Idul Fithri menuju lapangan.


Keenam, hendaknya ketika beri’tikaf, sibukkanlah diri dengan melakukan ketaatan seperti berdo’a, dzikir, bershalawat pada Nabi, mengkaji Al Qur’an dan mengkaji hadits. Dan dimakruhkan menyibukkan diri dengan perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat. [29]

Semoga Allah memudahkan kita menghidupkan hari-hari terakhir di bulan Ramadhan dengan amalan ketaatan.


Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com


Footnote:


[1] Periksa Zaadul Maysir, 6/177, Ibnul Jauziy, Mawqi’ At Tafaasir, Asy Syamilah

[2] Periksa Zaadul Maysir, 6/179

[3] -idem-, 6/180

[4] Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 341, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islamiy, cetakan pertama, 1428 H.

[5] Periksa Zaadul Maysir, 6/179

[6] HR. Bukhari no. 1901.

[7] HR. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169

[8] HR. Bukhari no. 2017

[9] Lihat Fathul Baari, 6/306, Mawqi’ Al Islam Asy Syamilah.

[10] HR. Bukhari no. 2021

[11] -idem-

[12] HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Adapun tambahan kata “kariim” setelah “Allahumma innaka ‘afuwwun ...” tidak terdapat satu dalam manuskrip pun. Lihat Tarooju’at no. 25.

[13] HR. Ath Thoyalisi. Haytsami mengatakan periwayatnya adalah tsiqoh /terpercaya

[14] HR. Muslim no. 1174

[15] Lihat pembahasan di Shahih Fiqih Sunnah, 2/149-150, Abu Malik, Maktabah At Taufiqiyyah.

[16] HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[17] HR. Muslim no. 1175

[18] Lihat tafsiran ini di Latho-if Al Ma’arif, hal. 332

[19] HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174

[20] Latho-if Al Ma’arif, hal. 331

[21] Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 329

[22] Lihat ‘Aunul Ma’bud, 3/313, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah[23] HR. Bukhari no. 1901.

[24] Latho-if Al Ma’arif, hal. 331

[25] Dalam at Tamhid (17/397, Syamilah), Ibnu Abdil Barr berkata, “Para pakar fiqh dari berbagai kota baik Madinah, Iraq dan Syam tidak berselisih pendapat bahwa mushaf tidaklah boleh disentuh melainkan oleh orang yang suci dalam artian berwudhu. Inilah pendapat Imam Malik, Syafii, Abu Hanifah, Sufyan ats Tsauri, al Auzai, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuyah, Abu Tsaur dan Abu Ubaid. Merekalah para pakar fiqh dan hadits di masanya.

[26] Lihat pembahasan di “Al Islam Su-al wa Jawab” pada link http://www.islam-qa.com/ar/ref/26753

[27] HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim 1172.

[28] Latho-if Al Ma’arif, hal. 338

[29] Pembahasan i`tikaf ini disarikan dari Shahih Fiqih Sunnah, 2/150-158


Soalan :

Adakah dengan mengambil sedikit contoh darah memberi kesan ke atas puasa?


Jawapan :

Kadar darah yang diambil berdasarkan jumlah yang disebutkan di atas tidak menjejaskan puasa kerana ia sedikit dan tidak menyebabkan tubuh seseorang menjadi lemah. Syeikh Ibn Baz r.h telah ditanya tentang seseorang yang diambil darahnya dalam bulan Ramadhan untuk diuji:

Beliau menjawab: “Ujian dalam bentuk ini tidak memberi kesan kepada puasa. Ia dimaafkan kerana pengambilan itu merupakan perkara yang penting dan bukan merupakan perkara yang boleh membatalkan puasa mengikut syariat”. (Majmu` Fatawa, oleh Ibn Baz, jilid 15, ms: 274).

Syeikh Ibn `Uthaimin r.h telah ditanya tentang seseorang yang menjalani ujian darah ketika berpuasa.

Beliau menjawab: “ Puasanya tidak terbatal kerana jumlahnya kecil dan ia tidak menjejaskan tubuh seperti yang terjadi akibat berbekam”. (Fatawa Arkan al-Islam, ms: 478).

Mengikut kaedah syarak, puasa kekal sah selagi ia tidak dijejaskan oleh perkara-perkara yang dibuktikan oleh syarak menjadi penyebab kepada terbatalnya puasa. Dalam kes ini, tidak ada bukti bahawa puasa itu terbatal kerana jumlah yang diambilnya hanya sedikit.


Rujukan :

Soal jawab puasa: berdasarkan Majlis Fatwa Tetap Arab Saudi/ Muhammad b. Soleh al-Munajjid, Abdul Aziz b. Abdullah b. Baz, Muhammad b. Soleh al-Uthaimin; selenggaraan: Sakinah Ariff Johor. Karya Bestari Sdn. Bhd.

أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ لِلَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ. رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهُ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ وَسُوْءِ الْكِبَرِ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ وَعَذَابٍ فِي الْقَبْرِ



“Ashbahnaa wa ashbahal mulku lillah, walhamdulillah, laa ilaaha illallahu wahdah laa syariika lahu, lahul mulku walahul hamdu wa huwa `alaa kulli syai-in qadir. Rabbi as asluka khaira maa fii haa-dzal yaum, wa khair maa ba`dahu, wa a`uudzu bika min syarri maa fii haadzal yaum wa syarri maa ba`dahu, rabbi a`uudzu bika minal kasali wa suu-il kibar, rabbi a`uudzu bika min `adzaabin finnaar wa `adzaabin fil qabri”

Maksudnya :

“Kami telah memasuki waktu pagi dan kerajaan hanya milik Allah, segala puji bagi Allah. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya. Bagi-Nya kerajaan dan bagiNya pujian. Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, aku mohon kepada-Mu kebaikan di hari ini dan kebaikan sesudahnya. Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan hari ini dan kejahatan sesudahnya. Ya Tuhan, aku berlindung kepadaMu dari kemalasan dan kejelekan di hari tua. Ya Tuhan, aku berlindung kepadaMu dari siksaan neraka dan kubur.”

[Hadith Riwayat Muslim]

Jawatankuasa Syariah Negeri Perlis sebulat suara membuat keputusan seperti berikut: Selawat adalah sesuatu yang sangat dituntut oleh syarak, namun selawat syifa’ yang diamalkan oleh sebahagian anggota masyarakat telah didapati tidak bersumberkan daripada apa-apa sumber Islam yang muktabar iaitu nas-nas al-Quran atau as- Sunnah. Bahkan kandungan selawat ini amat mengelirukan dan bercanggah dengan prinsip-prinsip aqidah Islam kerana memberikan unsur-unsur ketuhanan kepada baginda ar-Rasul saw. Adapun andaian-andaian sesetengah pihak dalam membela maksud selawat tersebut tidak dapat diterima dari segi ilmiahnya.

Fatwa Bil : 2/2007

Kertas kerja ini dikemukakan untuk melapor dan mendapatkan perakuan Majlis mengenai keputusan mesyuarat Jawatankuasa Syariah yang bersidang pada 29 Januari 2007

Untuk mendapat keterangan yang lebih lanjut sila layari laman web berikut :

http://www.bidaah.tk/


Soalan :

Adakah air liur membatalkan puasa Ramadhan? Saya menghasilkan air liur yang banyak semasa membaca Al-Quran dan semasa berada di masjid.

Jawapan :

Menelan ait liur sendiri tidak membatalkan puasa seseorang walaupun dalam kadar yang banyak, sama ada di dalam masjid atau di mana-mana. Tetapi, kahak tidak boleh ditelan dan hendaklah diludah ke atas tisu atau sebarang bekas jika ketika itu berada di dalam masjid. (Fatawa al-Lajnah al-Da’imah li al-Buhuth wa al-Ifta`, jilid:1, ms: 270).

Jika ditanya, bolehkah menelan kahak dengan sengaja? Jawapannya, haram menelannya dengan sengaja sama ada ketika berpuasa atau tidak kerana ia dianggap kotor dan mungkin mengandungi kuman yang dihasilkan oleh tubuh. Tetapi, jika seseorang menelannya dengan sengaja ketika berpuasa, puasanya masih sah kerana kahak bukan berpunca daripada darah dan tidak dianggap sebagai makanan atau minuman. (Fatawa Syeikh Muhammad bin `Uthaimin. Rujuk: Al-Syarh al-Mumti`, jilid:6, ms: 428)


Rujukan :

Soal jawab puasa: berdasarkan Majlis Fatwa Tetap Arab Saudi/ Muhammad b. Soleh al-Munajjid, Abdul Aziz b. Abdullah b. Baz, Muhammad b. Soleh al-Uthaimin; selenggaraan: Sakinah Ariff Johor. Karya Bestari Sdn. Bhd.

Soalan yang sering dipertanyakan berkaitan solat tarawikh

Soalan :

Assalamualikum. Saya ingin bertanya bolehkah seorang imam melihat kitab suci Al-Quran dari melihat ke tempat sujud. In kerana kebanyakkan imam khususnya pada bulan Ramadhan seiring melihat teks Al-Quran apabila menunaikan solat Tarawih. Adakah terdapatnya hadis dari nabi berkaitan hal ini.

Jawapan :

Para ulama berbeza pendapat dalam masalah ini. Ulama mazhab al-Syafie berpendapat tidak mengapa seseorang yang sedang solat membaca dari mashaf dengan syarat dia tidak melakukan pergerakan yang boleh membatalkan solat. Jika dia melakukan tiga kali pergerakan (besar) yang berturut-turut, maka batal solatnya. Syeikh 'Atiyah Soqr menyebut :

"Kadang-kadang sesuatu yang dapat membantu untuk tidak banyak bergerak dengan meletakkan mashaf yang memiliki tulisan yang besar di atas sesuatu yang tinggi di hadapan orang yang solat, untuk dia boleh membaca daripadanya satu atau dua muka. Dan dia tidak perlu banyak menyelak muka surat, sedikit pergerakan untuk menyelak muka surat tidak membatalkan solat. al-Nawawi berkata : Jika sekali-sekala menyelak muka surat mashaf ketika solat tidak mengapa."

Ulama mazhab Malik pula berpendapat harus di dalam solat sunat dan makruh di dalam solat wajib. Ini juga pendapat imam Ahmad dalam salah satu riwayat daripadanya.

Ulama mazhab Hanafi pula melarang melakukannya samaada di dalam solat sunat ataupun fardhu.

Al-Qadhi Abu Ya'la pula memakruhkan di dalam solat fardhu, dan tidak mengapa di dalam solat sunat jika dia tidak menghafalnya. Jika dia menghafal, maka perbuatan itu juga adalah makruh.

Namun terdapat hadith yang diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam kitab Sahihnya demikian juga oleh Malik bahawasanya Zakwan, iaitu hamba Sayyidah 'A-isyah pernah menjadi imam kepadanya dalam bulan Ramadhan dan Zakwan membaca dengan melihat kepada mashaf.

Ibn Hajar di dalam kitabnya Fath al-Bari menyebut

"Dijadikan dalil dengannya akan keharusan seorang yang sedang solat membaca dari mashaf. Namun sebahagian melarangnya kerana perbuatan tersebut menyebabkan pergerakan yang banyak."

al-Syeikh Abdul Aziz Abdullah bin Baz menyebut :

"Tidak mengapa bacaaan dengan melihat mashaf ketika qiyam Ramadhan, kerana perbuatan tersebut bertujuan mendengarkan para makmum keseluruhan al-Quran, kerana dalil-dalil syara' dari al-Kitab dan al-SUnnah telah menunjukkan disyariatkan membaca la-Quran di dalam solat, dan ianya umum termasuk membaca dari mashaf dan dari hafalan. Telah thabit juga dari 'A-isyah yang menyuruh hambanya Zakwan mengimamkannya qiyam Ramadhan, dan Zakwan membaca dengan melihat mushaf seperti yang disebut oleh al-Bukhari di dalam kitab sahihnya secara ta'lik."

Insyaallah pendapat yang benar ialah pendapat yang membenarkan seseorang yang sedang solat termasuk imam melihat mushaf berdasarkan perbuatan sahabat dan 'A-isyah yang pernah melakukannya.

Wallahu a'lam. Abdul Kadir


Rujukan :

http://www.islam-qa.com/special/index.php?ref=9061&ln=ara&subsite=14

http://islamonline.net/servlet/Satellite?pagename=IslamOnline-

Arabic-Ask_Scholar/FatwaA/FatwaA&cid=1122528601388

http://www.islamonline.net/servlet/Satellite?cid=1122528604230&pagename

=IslamOnline-Arabic-Ask_Scholar%2FFatwaA%2FFatwaAAskTheScholar


Dipetik dari laman web : http://www.al-qayyim.net

Assalamu`alaikum

Selamat menyambut bulan Ramadhan kepada semua sahabat-sahabat yang pulang ke halaman rumah masing-masing. Ramadhan merupakan satu bulan yang teramat mulia penuh dengan kurniaan rahmat Allah.



Menurut satu hadith yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, telah bersabda Rasulullah S.A.W yang bermaksud “Apabila telah tibanya Ramadhan, dibuka pintu-pintu syurga dan ditutup segala pintu neraka dan diikat segala syaitan”. [Hadith dikeluarkan oleh Imam Bukhari, Muslim, Nasai'e, Ahmad dan Baihaqi]

Maka amat rugi kalau mereka yang tidak mengejar segala rahmat yang diberikan pada bulan ini. Gunakanlah masa berpuasa dengan kegiatan yang berfaedah dan jangan banyakkan tidur di siang hari. Namun banyakkanlah doa, dan doakanlah juga untuk kesejahteraan umat islam. Sesungguhnya doa di bulan Ramadhan mudah dimakbulkan. Insya`Allah...


Selamat bercuti…

Pelbagai doa telah tersebar dalam masyarakat bagi mengelakkan terkena virus H1N1. Namun adalah lebih baik, jika kita berdoa seperti yang telah Rasulullah ajarkan. Doa ini adalah doa/zikir yang sesuai dibaca bagi menghindarkan diri dari segala penyakit terutama virus H1N1 yang telah melanda di seluruh dunia. Doa ini hanya sisipan daripada doa-doa pagi dan petang yang telah dikumpulkan di dalam Hisnul Muslim. Antara doa tersebut ialah:

Maksud:
Utsman B. ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
Berkata Rasulullah SAW: Sesiapa dari hamba Allah yang membaca (Doa/Zikir):


بِسْمِ اللهِالَّذِي لا يَضُرُّ مَعَاسْمِهِشَيْءٌفِياْلأَرْضِ

وَلاَفِيالسَّمَاءِوَهُوَالسَّمِيْعُالْعَلِيْمُ


Bismillaahil-lathee laa yadhurru ma `asmihi shai`un fil-ardhi wa laa fis-ssmaa`i wa Huwas-Samee`ul-`Aleem.


“Dengan menyebut nama Allah, yang dengan nama-Nya tidak ada sesuatu pun yang membahayakan, sama ada di bumi mahu pun di langit. Dia-lah Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.”

Dibaca sebanyak tiga kali, di waktu pagi dan petang hari, maka tidak ada sesuatu pun akan membahayakan dirinya.


Rujukan :

Hisnul Muslim : [HR. Abu Dawud 4/323, At- Tirmidzi 5/465, Ibnu Majah dan Ahmad. Lihat Shahih Ibnu Majah 2/332, Al-Allamah Ibnu Baaz berpendapat, isnad hadits tersebut hasan dalam Tuhfatul Akhyar hal. 39.]


Assalamu`alaikum

Kasut ni saya beli kat al-ikhsan Kuala Terengganu yang baru dibuka. Kasut ni dibeli sebab kasut yang lama tue dah uzur sangat. Sampai tapak pun hampir nak tercabut. Yelah kira-kira hampir 2 tahun pakai, prestasi pun mestilah dah turun juga..sama jugalah seperti manusia, makin lama makin kurang prestasinya. Oleh itu, saya telah buat keputusan untuk mencari pegantinya yang baru.

Kebetulan pula pada malam tu sahabat saya Karim, datang singgah kat asrama sebelum bertolak ke KL. Pada masa itu saya sedang membuka laman web al-ikhsan, saje nak tengok-tengok mana tahu kalau ada yang berkenan di hati. Bajet untuk kasut kali ini saya telah tetapkan bawah RM100.00 sahaja. Akhirnya, saya terlihat satu kasut futsal Lotto 'Shoe Punta In' yang menambat hati ini. He..he angan-angan ingin tunggu sahaja cuti sekolah ni baru nak pergi cari. Tapi lepas makan malam kami terus bergegas ke bandar KT dengan kereta Karim.

Kami bergerak ke sana lebih kurang pukul 8.20 malam dan tiba di al-ikhsan pada pukul 9.35 malam. Nasib baik belum tutup lagi. Cuma sebelah pintunya sudah diturunkan..alhamdulilah. Al-ikhsan kat KT ni boleh tahan juga besar. Setiap jenis kasut diletakkan secara berasingan. Memang memudahkan pelanggan untuk membuat pilihan. Lotto Shoe Punta In yang saya idamkan tadi ada tersusun di atas rak…namun apakan daya tiada saiz yang sesuai.

Namun hati ini tidak hampa kerana ada satu lagi kasut futsal Lotto yang tidak kurang menarik. Setelah mencubanya, saya terus ke kaunter untuk membuat pembayaran. Kasut ni saya pilih sebab boleh pakai ke kuliah dan bermain futsal. Selepas kasut ini entahlah kasut apa pula yang akan saya beli..he..he.? Saya berharap kasut yang baru dibeli ini akan bertahan dengan lama..Insya`Allah..amin.



Alhamdulillah...

Tamat sudah praktikum fasa ketiga yang berlangsung selama 6 minggu di Sekolah Kebanggsaan Kampung Buloh, Setiu Terengganu. Pendek kata, secara keseluruhannya praktikum kali ini terasa lebih bermakna berbanding sebelum ini. Ini mungkin disebabkan saya tinggal bersama-sama murid di asrama.

Warga sekolah SKKB terutama guru-guru dan kakitangan sekolah sangat baik dengan kami sepanjang berada selama 6 minggu di sana. He..he…tambah-tambah lagi, mestilah kene baik dengan kerani kat pejabat tue. Barulah senang sikit nak photostat lembaran kerja untuk murid-murid. Nasib baik kerani kat sekolah nie “beres belaka” sampaikan kata “cikgu pi photostat je berapa-berapa yang nak”. Wah tersenyum lebarlah kami…he..he.

Warden asrama pula iaitu cikgu Fizi. Dia seorang baik dan peramah. Cikgu Fizi masih belum berkahwin, jadi memang satu kepalalah dengan kami. Sampaikan saya ajar dia main mafia wars kat tagged. Setiap petang kecuali jumaat dan sabtu kami, cikgu Fizi dan cikgu Napi “ikhlas royak”, melatih budak bola sepak bawah 11 tahun. Anjuran siapa lagi kalau tak guru besar kami cikgu Hashim@Mat jen..he..he. Beliau memang otai kat sekolah nie...orang lama katakan. Pertandingan bola sepak bawah 11 tahun akan diadakan selepas raya nanti. Saya berharap pasukan SKKB akan menjadi juara dalam pertandingan tersebut.

Akhir kata, ribuan ucapan terima kasih diucapkan kepada semua warga sekolah SKKB. Semoga kita dapat bertemu lagi. Insya`Allah…amin


Tuan puteri pergi ke Rasah

Pulang semula sebelah pagi

Kita bertemu akhirnya berpisah

Diizin Tuhan bersua lagi